Prompting ke AI mengajarkanku Empati dalam berkomunikasi

Tegar Rynaldi
2 min readJul 6, 2024

--

Photo by Tegar Rynaldi on Unsplash

Memberikan instruksi atau prompt kepada AI (Artificial Inteligence/specifically ChatGPT) menjadi aktivitas yang sering aku lakukan akhir-akhir ini, meminta bantuan kepada machine learning untuk menyelesaikan berbagai macam pekerjaan. Dari pengalaman tersebut aku belajar bahwa,

Semakin aku memberikan instruksi dengan baik, maka ChatGPT akan menghasilkan jawaban yang lebih sesuai.

Ternyata memerintah atau mendelegasikan tugas nggak semudah itu, rasanya nggak bisa asal-asalan ingin “terima beres”, berekspektasi orang lain mendeliver apapun yang kita inginkan, yang kenyataannya mungkin kita malah menerima hasil yang kurang sesuai dengan apa yang kita pikirkan atau apa yang kita bayangkan.

Bukan sepenuhnya salah kita ketika berekspektasi sebagai pemberi tugas, tapi juga bukan sepenuhnya salah penerima tugas ketika dia tidak mendeliver hasil tugas dengan baik. Karena barangkali promptnya atau perintahnya yang kurang sesuai atau sulit dipahami.

Semakin hari aku semakin sadar bahwa, komunikasi perlu empati, yang pada akhirnya akan berlaku dalam berbagai konteks, seperti pekerjaan, pertemanan, atau komunikasi dengan keluarga maupun pasangan. Karena pada dasarnya, kita sebagai makhluk sosial terhubung melalui komunikasi.

Kebutuhan memberikan instruksi berupa prompt kepada ChatGPT atau platform serupa dengan jelas juga menjadi refleksi diri bahwa, manusia juga memiliki kebutuhan menerima instruksi dengan jelas, sehingga “nggak revisi mulu”.

Sebagai contoh, aku meminta AI menggambar pohon, lalu hasilnya nggak sesuai dengan yang aku bayangkan. Lalu.. aku akan berusaha mempelajari cara memberikan prompt supaya hasilnya memuaskan.

Lalu apa yang terjadi ketika aku menyuruh orang menggambar pohon dan hasilnya nggak sesuai dengan yang aku bayangkan? kemungkinan aku akan meminta revisi, tapi terkadang aku malah abai untuk merevisi instruksi yang aku perintahkan.

Apakah caraku meminta tolong kurang spesifik? kurang jelas?
Apakah pemahaman antara aku dan penerima tugas sudah selaras?

Ternyata aku lebih tunduk kepada teknologi,
aku mau merevisi diri ketika teknologi nggak menghasilkan output yang sesuai dengan ekspektasiku.

Kini aku belajar bahwa, nggak semua orang bisa menerjemahkan isi pikiran lewat ucapan. Dan kita sama-sama tahu, kalau kita bukan peramal.

Semua orang ingin didengar, semua orang ingin dipahami, tapi..
Kita juga nggak bisa paksa orang lain untuk memahami isi pikiran dan kemauan kita tanpa menyampaikan isi pikiran kita dengan baik, sampai akhirnya bisa dipahami dengan baik oleh lawan bicara atau penerima tugas.

Sepakat dengan cuitan Simon Sinek di X

Komunikasi bukan sekedar menyampaikan isi pikirkan,
Komunikasi itu tentang memastikan orang lain paham tentang apa maksud kita.

--

--